Jumat, 09 Januari 2015

Solo Unik: Topeng Klasik dari Jatisobo


TOPENG6 (didik nini thowok)
Didik Nini Thowok dengan topeng Jatisobo
Topeng klasik adalah topeng yang biasa dipakai dalam pentas sendratari klasik seperti cerita Panji, Minak Jingo dan Gunungsari yang saat ini mulai langka. Narimo adalah satu-satunya perajin topeng klasik di wilayah Surakarta, Jawa Tengah yang hingga kini masih bertahan.
Pekerjaan membuat topeng ini dilakukan di teras dan bagian belakang rumahnya di Jatisobo RT 02 RW 06, Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Meski peminat kerajinan topeng klasik mulai berkurang, namun Narimo mengaku dia pernah sepi order.
Didik Nini Thowok
Didik Nini Thowok
Dibantu istrinya, Supriyanti, dan 5 pegawainya, Narimo yang juga karyawan Taman Budaya Surakarta (TBS), dalam sebulan bisa memproduksi topeng Rojo Molo 4 biji dengan harga Rp 600 ribu per biji, 8 topeng Hanoman, 4 Garuda Jaksa, dan 15 kelono yang harganya Rp 400 ribu-500 ribu; kemudian topeng 20 Dewi Sekartaji dan Panji Asmoro Bangun dengan harga Rp 300 ribu, 30 patung Penthul tembem masing-masing Rp 150 ribu; serta ratusan asesori, seperti gantungan kunci dan bandul kalung yang dijual Rp 10 ribuan.
Proses pembuatan topeng dilakukan mulai memilih kayu, membentuk topeng, menatah dan kemudian mewarnai. Harga topeng-topeng ini berkisar mulai dari 6 ribu rupiah hingga 5 juta rupiah, tergantung ukuran dan motif topeng. Namun untuk topeng standar, harganya mulai dari 150 ribu rupiah hingga 300 ribu rupiah. Topeng klasik ini digunakan dalam pentas sendratari klasik misalnya cerita Dewi Sekar Panji Asmara Bangun atau Minak Jingo, Damar Wulan. Sayangnya, pentas sendratari ini mulai jarang ditampilkan.
Narimo mengaku sudah lebih dari 30 tahun mengeluti pekerjaan membuat topeng ini. Selainseniman tari, pembeli topeng klasik ini biasanya para turis asing atau kolektor seni
TOPENG1Keahlian membuat topeng ini dipelajari Narimo secara otodidak, sebab awalnya dia menekuni pembuatan wayang. Namun Narimo kemudian mencoba belajar kebeberapa seniman topeng di Solo dan akhirnya menekuninya hingga sekarang. Ketekunan inilah yang membuat Narimo mencapai tangga keberhasilan. Karya-karya topengnya bahkan tersebra hingga Korea Selatan, Belanda, dan Jepang.
Topeng Tari
Puluhan topeng karya Narimo biaan dipajang di ruang tengah rumahnya, sebelum akhirnya menyebar ke berbagai tempat. Topeng-topeng karya Narimo biasanya dipergunakan untuk menari, atau pertunjukan wayang topeng. Seperti Kelono, Raja Molo, Sekartaji, Panji, Pentul, Tembem, Cakil, Buto Terong, Punakawan dan Durno. Topeng-topeng lainnya yang digunakan untuk asesori interior, antara lain ada motif Merak, Bunga, Bulan Sabit dan Badak. Sementara topeng-topeng buat sovenir, gantungan kunci dan bandul kalung lebih beraneka ragam: dari topeng yang bermotif bunga hingga rojo molo.
TOPENG2Narimo sendiri adalah prototipe orang kampung yang ulet. Sejak lulus Sekolah Dasar di tempat kelahirannya, Klaten, ia telah memulai membuat wayang kulit. Empat tahun kemudian, minat seninya bertambah hingga memutuskan untuk belajar membuat topeng. Kala itu, ia hijrah ke Kota Surakarta, belajar membuat topeng kepada Bambang Suwarno, dosen STSI Solo Bagian Pedalangan.
Sambil terus menerus menggeluti topeng, Narimo tak menyia-nyiakan kesempatan ajakan budayawan Murtijono untuk turut aktif di Taman Budaya Surakarta (TBS). Ia juga bersekolah di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surakarta, hingga tamat pada 1989. Tak heran bila Narimo kian matang dalam berkarya. Lantas, topeng-topeng karya Narimo muncul ke pasaran.
Sejarah Wayang Topeng
Pengenalan wayang topeng itu disifatkan pada kedatangan Sunan Kalijaga, salah seorang walisongo abad XV seiringan delapan handai taulan lainnya memutus berdomisili di buana Nusantara (pulau Jawa) agar memancarkan agama Islam. Namun beberapa tarian adalah warisan tata adab Hindu-Buddha.
Penari-penari menyelenggarakan cerita wiracarita India seperti misalnya epos Mahabharata atau hikayat-hikayat khas setempat dan topeng dimanfaatkan guna mewakili para tokoh. Topeng-topengnya berpusparagam dari topeng Jawa Barat dan Tengah yang formal tapi polos hingga topeng Jawa Timur yang ukirannya sangat berliku-liku.
Jadi, tak sekadar bisnis, membuat topeng adalah juga memelihara budaya yang adiluhung. Dengan begitu, Narimo dan Supriyati adalah pemelihara budaya yang hidup dari ketekunannya bergelut dengan topeng.
Jika Anda ingin berkunjung ke Galeri Panji milik Narimo, dari Solo bisa lewat Baturono, menyeberang jembatan Mojo hingga akhirnya Bekonang. Ikuti jalan raya lurus beraspal, hingga sampai petigaan Jatisobo. Galeri Panji letaknya di sekitar SDN Jatisobo. (kabarsoloraya.com/Ganug Nugroho Adi)
Sumber :  http://beritane.com/2009/08/14/solo-unik-topeng-klasik-dari-jatisobo/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar