Barisan ikan cantik terpajang di sebuah
stan milik salah satu peserta pameran “2nd Apkasi International Trade
& Investment Summit (2nd AITIS) 2014 yang bertempat di Jakarta
International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. Ikan-ikan ini bukanlah
ikan hidup. Meskipun demikian bentuknya sangat alami sehingga menyerupai
ikan sungguhan. Bertahtakan kerang yang berkilauan, sesekali cahaya
terpantul dari siripnya yang putih kekuning-kuningan. Sungguh pajangan
yang nampak berkelas. Tak hanya itu, di sampingnya juga berjajar
pajangan lain yang tak kalah indahnya seperti hiasan kuda laut dan
lumba-lumba dari kerang, batu akik, imitasi frame, bros mutiara, sampai
kerajinan resin. Semua berkumpul dalam satu wadah bernama Dhita Kerang
milik wirausahawan asal Cilacap, Sugiarto. Melalui studionya yang
berlokasi di Jalan Laut, Teluk Penyu, Cilacap ini, dirinya turut
berkecimpung selama 14 tahun di industri yang telah mengangkat daerahnya
tersebut. Lantas seperti apa lika-liku pria berperangai kalem ini dalam
melestarikan usaha kerajinannya? Berikut penuturannya kepada Swa
Online, (15/04) :
Bisa diceritakan awal mula Anda terjun di bisnis ini?
Bermula dari tahun 2000 ya. Tapi di sana
sebelumnya juga sudah ada pengrajin seperti ini, salah satunya yaitu
ibu saya sendiri. Awalnya saya hanya membantu, karena di Kabupaten
Cilacap itu kan banyak sekali limbah dari kerang, karena memang yang
paling terkenal di sana adalah Pantai Teluk Penyunya. Di sekitar pantai
itu banyak bahan baku yang sudah jadi limbah. Jadi masyarakat sekitar
banyak yang memanfaatkan kerang-kerang tersebut untuk dijadikan sesuatu.
Ada beberapa yang bisa dibikin pigura, dll. Jadi saya ikut orang tua
sudah dari sekitar SMA. Setelah saya berumah tangga, baru saya buka
sendiri tahun 2000 sampai sekarang. Dari saya sendiri memang timbul
untuk berinovasi. Dulu itu zaman-zaman tahun 2000-an, memang monoton.
Dalam arti yang dibikin hanya pigura. Tapi setelah ada beberapa pameran
yang saya ikuti, saya bisa mengambil inovasi dari perajin-perajin lain.
Bedanya kalau saya menggunakan bahan bakunya dari kerang. Mereka kan
mungkin dari kain atau dari apa. Jadi ada beberapa inovasi yang memang
saya ambil dari event-event pameran seperti ini. Makanya sekarang
sekarang ini kerang sudah tidak seperti dulu, monoton dibikin pigura.
Sekarang di Kabupaten Cilacap sudah bervariasi, macam-macam. Ada
lampu, asbak, ikan-ikan dari kulit mutiara, terus souvenir kecil-kecil
seperti gantungan kunci, bros, gelang-gelang, kalung-kalung, dll.
Beda tidak desain-desain yang ditawarkan dengan usaha orang tua?
O iya desainnya lain. Kalau orang tua
masih menggunakan desain-desain lama. Ya ada sebagian kalau ada desain
ibu baru ambil ke saya. Tapi kalau produksi saya sendiri diambi dari
inovasi kalau ada pameran. Jadi begitu kami pajang/pamerkan di event-event seperti ini hasilnya lumayan. Masyarakat menerima produk-produk saya.
Berapa modal yang dibutuhkan pada saat awal mendirikan?
Sebetulnya tidak banyak. Dulu hanya
dikasih bantuan dari orang tua, dikasih stan. Terus saya beli bahan baku
ke nelayan-nelayan. Itu masih murah dulu. Kalau kami beli 1 kwintal
bahan baku dulu masih Rp 50 ribu-100 ribu. Itu sudah paling mahal. Nah
itu bisa dipakai untuk macem-macem, kerajinan apa saja. Awal mula
saya juga dapat bantuan langsung dari Pertamina. Saya dapat 10 juta
waktu itu. dari situ, saya bisa membuat berbagai macam jenis kerajinan
dari kerang.
Berapa jenis item yang ditawarkan Dhita Kerang?
Sebetulnya ada ratusan item. Cuma yang menonjol paling 20 item dengan bahan baku kerang.
Kalau bahan pelengkap selain kerang?
Zat-zat kimianya ada resin, katalis, HCL
yang untuk membersihkan kerang-kerangnya. Ada beberapa campuran zat-zat
kimia yang memang tidak berbahaya, sifatnya hanya untuk membersihkan
kerang-kerang itu supaya tidak bau. Karena kalau masih alami mentah itu
kan bau.
Pembersihannya ada cara-cara khusus ya?
Kami pakai HCL. Begitu, kotoran akan keluar, baru kami bersihkan pakai air bersih, lalu kami sikat.
Penjualannya sendiri sudah sampai kemana?
Kalau jualannya sendiri masih di pasar
lokal saja. Pesanan-pesanan sih dari luar daerah, dari Jakarta,
Semarang, Yogyakarta, sampai luar Jawa.
Paling banyak?
Pesanan dari Jakarta. Bukti bahwa setiap kami ikut event di Jakarta omzetnya lumayan. Karena berarti peminat di Jakarta suka dengan produk-produk kami
Berapa omzetnya?
Kalau yang di rumah itu rata-rata bisa
sampai Rp 1-2 juta per hari. Tergantung, itu kalau pas agak ramai ya.
Kalau sepi paling minim Rp 500 ribu per hari.
Kalau ditambah dengan ajang pameran bisa tambah berapa?
Kalau ada pameran bagus ya. Alhamdulilah
1 hari kami bisa dapat Rp 10 juta. Tapi kan pameran ini berlangsungnya
hanya 4 hari selesai. Jadi 40 juta itu kami potong untuk transportasi
dsb, tapi masih ada untung lah.
Range harganya?
Yang terjangkau dari aksesoris/souvenir dari Rp 5-25 ribu. Kalau untuk hiasan-hiasan itu ada yang harganya Rp 50 -500 ribu.
Tantangan menjalankan usaha ini?
Bahan baku pasti jadi kendala ya. Karena
bahan baku kami bukan bikinan. Kami asli alami dari laut. Kalau bahan
baku ada, ya kami bikin. Kalau nggak ada, ya kami bikin yang lain
yang masih ada stok banyak. Kalau untuk mengandalkan bahan baku, kami
juga bisa kerja sama, misalnya ambil dari daerah pantai-pantai lain,
seperti Pantai Cirebon, Pangandaran, Pasir Putih, Situbondo, dll.
Berapa jumlah karyawannya?
Karyawan tidak banyak. Kami ada 5 orang.
Ke depannya ingin apa lagi? Mungkin ingin merambah ekspor?
Ekspor sebenarnya masih belum ya, karena
ada beberapa administrasi yang mungkin belum terpenuhi. Yang penting
kami sudah bisa melayani pasar lokal saja, itu sudah cukup. Karena
mengingat tadi bahan baku terbatas. Kan kalau ekspor permintaan tidak
mungkin 10-20, 100-200, tapi ribuan. Jadi kalau kami melayani ekspor,
kalau tidak siap bahan bakunya juga jadibumerang sendiri.
Ada yang ingin disampaikan untuk pemerintah supaya bisa membantu usaha-usaha seperti ini makin berkembang?
Ya kami dari UKM ingin pemerintah setiap
saat bisa membawa kami, khususnya perajin-perajin kecil yang di daerah
agar bisa ditampilkan di event-event besar seperti di Jakarta.
Karena kalau saya lihat, kebanyakan pengusaha-pengusaha besar yang
selalu diajak. Jadi yang diajak sebaiknya adalah pengusaha-pengusaha
yang belum bisa mandiri. Inginnya seperti itu. Dan ada lagi yang menjadi
kendala kami, yaitu permodalan. Itu pasti ya. Karena permodalan itu
sangat penting untuk menunjang berlangsungnya produksi. (EVA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar